Dalam rangka memperingati Hari Jadi Bojonegoro (HJB) ke-345, Ponpes Ar-Ridwan Al Maliky suguhkan Pawai Budaya dalam format kearifan tradisi bertema: Sedekah Bumi, Warisan Para Wali (28/10/2023). Tema ini ditujukan agar tetap menjaga tradisi, di tengah kemajuan teknologi.
Sebelum islam datang ke Nusantara, banyak masyarakat kuno memberikan persembahan pada para dewa dan roh-roh dengan menyiapkan sesaji di tempat-tempat tertentu seperti pepohonan besar. Kegiatan ini dikenal dengan Sesaji Bumi. Itu ditujukan sebagai bentuk terima kasih atas limpahan hasil bumi.
Pada abad 14 hingga 15 M, atau periode 1300 hingga 1400 M, Para Wali penyebar islam datang ke Nusantara untuk melakukan syiar islam. Melihat tradisi Sesaji Bumi, mereka tak langsung melarangnya. Tapi melakukan sedikit modifikasi dengan memasukan Aqidah Islamiyah di dalam praktiknya.
Sehingga, Sesaji Bumi yang semula persembahan untuk para dewa dan roh-roh halus, diubah menjadi Sedekah: sebentuk syukur pada Allah atas limpahan nikmat berupa hasil bumi. Upacara Sesaji Bumi jadi ladang dakwah bagi Para Wali penyebar islam. Dari Sesaji Bumi itulah, Para Wali punya medium untuk melakukan proses dakwahisasi.
Para Wali juga memodifikasi istilah “Sesaji Bumi” menjadi “Sedekah Bumi”. Kata Sedekah, sesungguhnya berasal dari Bahasa Arab (Shodaqoh) yang secara umum memiliki arti mengeluarkan harta untuk kepentingan umum. Sedekah Bumi kelak dikenal sebagai tradisi mensyukuri nikmat secara berjamaah.
Para Wali menyebarkan islam tanpa lewat peperangan. Semacam memancing ikan tanpa mengeruhkan kolam. Mereka bersikap toleran, lalu masuk ke dalam tradisi, untuk kemudian mengubah esensi ajarannya dari dalam. Dengan cara ini, Para Wali telah melakukan islamisasi tanpa merusak tradisi.
Sedekah Bumi juga momentum pertemuan besar antara sejumlah golongan masyarakat. Di mana, di dalam kegiatan itu, menjadi titik temu antara golongan Pemerintah (Umara), Ulama (Intelrektual), Petani, dan Masyarakat Umum. Kesuksesan Sedekah Bumi bergantung pada kekompakan golongan-golongan masyarakat di atas.
Sedekah Bumi menjadi tradisi penting penuh makna. Tradisi ini jadi bukti penting betapa untuk memajukan sebuah daerah, semua golongan masyarakat harus bisa bersatu dan bersikap toleransi (tasamuh). Berbagai golongan sosial adalah satu kesatuan Para Pencipta Peradaban.
Sebagai wilayah yang majemuk (berbagai golongan), sikap toleransi menjadi jimat sakti yang mampu memajukan sebuah daerah. Tradisi Sedekah Bumi, secara tidak langsung, telah mengajarkan pada kita semua akan pentingnya sikap toleran dan saling menghormati.
Peradaban Manusia bisa tercipta secara seimbang ketika berbagai golongan mampu hidup rukun, saling hormat-menghormati. Madrasah Sains Quran Ar-Ridwan ingin menunjukan betapa Bojonegoro adalah kota yang Baldhatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur. Wilayah penuh barokah dengan penduduk yang menjunjung tinggi sikap toleransi.
Sedekah Bumi, Warisan Para Wali menjadi tema utama yang diusung santri Ar-Ridwan Al Maliky. Tema ini ditujukan agar tetap menjaga tradisi baik, di tengah kemajuan teknologi yang kian kencang.